29 Desember, 2008

KETERLIBATAN OKNUM NOTARIS/PPAT DAN PARA PIHAK MERUBAH HARGA TRANSAKSI JUAL BELI ATAS TANAH DIDALAM AKTA JUAL BELI TANAH SEBAGAI PENETAPAN NILAI OBJEK PAJAK



  1. Latar Belakang Permasalahan


Pajak adalah salah satu sumber devisa negara. Kita bisa menikmati fasilitas-fasilitas umum/FASUM dan Fasilitas-fasilitas sosial/FASOS adalah berasal dari pendapatan negara yang sebagian besar berasal dari pajak diantaranya misalnya adalah jalan raya, rumah sakit pemerintah, masjid, taman-taman atau tempat rekreasi, jembatan-jembatan, dan lain-lain semuanya sebagian besar dibiayai oleh dana pendapatan negara yang sebagian besar berasal dari pajak. Sehingga tidak berlebihan kiranya apa yang ditayangkan iklan di media-media yang menjadikan iklan tersebut sebagai pameo yang menyindir warganegara sebagai wajib pajak yang hanya menikmati hasil dari pajak tapi tidak mau dan memanipulasi dan mengkorupsi dana pajak itu sendiri.

Ditengah gencarnya pembangunan yang digalakkan oleh pemerintah untuk memacu ketinggalan bangsa kita dibanding bangsa-bangsa lain jelas negara kita membutuhkan dana yang banyak untuk membangun berbagai sarana dan prasarana. Semuanya itu sebagian besar diperoleh dari dana masyarakat yang didapat melalui sumber pendapatan pajak. Namun sayang, masih banyak para pihak baik perorangan atau badan-badan usaha yang seharusnya faham akan kewajibannya sebagai warganegara yang termasuk sebagai wajib pajak entah kurang sadar atau memang kecewa dengan penyelenggara pemerintahan sering mangkir akan kewajibannya. Tidak hanya itu bahkan ada yang melakukan kejahatan dibidang pajak seperti kasus yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan yaitu PT. Asian Agri.

Sebenarnya kasus Asian Agri hanya salah satu dari kasus kejahatan dibidang pajak. Masih banyak kasus-kasus kejahatan pajak yang tidak terbongkar oleh aparat penegak hukum, bahkan hampir terjadi tiap hari di Indonesia.

Penulis sebagai orang yang pernah bekerja sebagai karyawan freelan dari beberapa kantor notaris sering menyaksikan wejangan atau arahan dari sebagian besar notaris/PPAT yang mengutarakan kepada kliennya dalam hal ini sipembeli tanah dengan memberikan strategi atau cara agar kliennya memiliki keringanan dalam pembayaran pajak atas perolehan hak atas tanah apabila harga transaksi lebih tinggi dari NJOPnya. Cara tersebut adalah mencantumkan harga jual tanah atau transaksi sama dengan NJOP (Nilai jual objek pajak) didalam akta jual beli. Padahal seperti kita ketahui, tidak semua harga yang ditawarkan atau harga yang disepakati atau harga transaksi sama dengan harga NJOP. Ada yang lebih rendah dari NJOP dan ada yang lebih tinggi dari NJOP. Apabila harga Transaksi lebih tinggi dari NJOP, menurut ketentuannya adalah yang dipakai harga transaksi sebagai NPOP (nilai perolehan objek pajak). Agar sipembeli tidak membayar pajak dengan jumlah yang tinggi biasanya notaris ingin memperlihatkan bahwa dia seperti malaikat penolong bagi sipembeli tanah. Seperi kita ketahui seorang notaris ingin kelihatan seperti orang yang menolong kliennya dan syukur-syukur kliennya tersebut jadi langganannya. Mungkin slogan untuk memikat konsumen adalah nomor satu, juga terjadi dibidang jasa termasuk dalam hal ini notaris, sehingga hati nurani berkata apakah negara dirugikan atau tidak hal tersebut mungkin tidak pernah terbersit dari hati nurani mereka.

Fenomena seperti itu sudah umum terjadi dikalangan dunia Notaris/PPAT. Semua itu mungkin sudah menjadi rahasia umum.



II. Pemasalahan

1. Bagaimana pengaturan pembayaran pajak atas perolehan hak atas tanah?

2. Apakah cara Notaris mengarahkan klien untuk memilih harga tertentu untuk meringankan pembayaran pajak dapat dibenarkan atau malah termasuk kejahatan pajak?



III. Pembahasan

Sebelum membahas permasalahan diatas, ada baiknya kita mengutip pendapat beberapa ahli tentang pajak diantaranya adalah

1. Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

2. Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH. Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

3. Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R. Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa:

  1. Adanya undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang mengatur tentang pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Dalam kaitannya dengan terjadinya kejahatan pajak, masih banyak kelemahan-kelemahan dari undang-undang pajak yang digunakan sebagai celah untuk melakukan kejahatan pajak. Contoh adanya kerjasama oknum notaris/PPAT dengan pegawai administrasi pajak dalam melakukan pembayaran pajak peralihan hak atas tanah.

  1. Adanya peralihan dana dari sektor swasta dalam hal ini wajib pajak ke sektor negara sebagai pemungut pajak.

Dengan adanya peralihan dana ini semestinya negara juga ikut menunjukkan transparansi dan akuntabilitas yang lebih baik dalam mengelola dana masyarakat. Kadang sebagian masyarakat enggan untuk memenuhi kewajiban pembayaran pajaknya karena tidak jarang kita lihat korupsi ditingkat pemerintahan semakin menjadi-jadi. Setiap ada rencana proyek sarana dan prasarana yang dibangun oleh pemerintah belum-belum sudah disikapi dengan skeptis oleh rakyat yaitu beranggapan terjadinya cost mark up atas proyek tersebut. Sudah seharusnya pemerintah semakin transparan kepada rakyat terhadap rencana proyek-proyek yang dijalankan mengingat masyarakat telah mengalihkan dananya sebagian ke pemerintah dalam artian berkurangnya sumber dana masyarakat.

  1. pajak dipungut untuk membiayai pengeluaran pemerintah dalam menjalankan fungsi pemerintahan.

  2. Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan oleh negara secara langsung kepada pembayar pajak

  3. Selain fungsi budgeter yaitu mengenai fungsi mengisi kas negara/anggaran negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur /regulative).

Lembaga pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalh direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang berada dibawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Surat edaran Dirjen Pajak No:SE-20/PJ/2008 tentang penyampaian peraturan menkeu No.33/PMK.03/2008 tentang perubahan kedua atas keputusan menkeu no. 516/kmk.04/2000 tentang Tatacara penentuan besarnya penilaian Objek Pajak Tidak kena pajak. Bea perolehan hak atas Tanah dan bangunan. Keputusan memkeu:

        1. No 516/KMK 04/2000

        2. No.86/PMK.03/2006

        3. No.33/PMK/03/2008

Dalam ketentuannya, yang dijadikan sebagai NPOP (Nilai perolehan Objek pajak) adalah :

              1. Harga transaksi yang terjadi secara riil yaitu

  • harga yang terjadi dan telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan

  • digunakan sebagai NPOP dalam hal jual beli, penunjukan jual beli dalam lelang.

              1. Nilai pasar objek pajak yaitu

  • adalah harga rata-rata dari transaksi secara wajar yang terjadi disekitar letak tanah dan/bangunan

  • digunakan sebagai NPOP dalam hal adanya suatu peralihan hak yang tidak mencantumkan secara riil nilai dari objek pajak tersebut, misal tukar-menukar, hibah.

        1. Nilai objek pajak yaitu:

  • adalah besarnya pajak yang terhutang yang tercantum dalam SPPT-PBB

  • Digunakan sebagai NPOP dalam hal harga transaksi lebih kecil dari NJOP.

Dalam hal ini terdapat celah hukum yang dipermainkan oleh para pihak yang terlibat dalan proses jual beli tanah hingga pendaftaran tanah. Misal Harga transaksi yang terjadi antara pembeli dan penjual tanah 500 juta, NJOP nya 350 juta sedangkan NPOPTKP nya untuk suatu daerah 300 juta. Disini seharusnya yang yang mejadi NPOP adalah yang 500 juta. Tetapi pembeli dan penjual serta Notaris mencari celah hukum dimana uang yang diserahkan oleh pembeli ke penjual sesuai harga transaksi tanah sebesar 500 juta. Tetapi para pihak tersebut mencari celah agar lebih ringan membayar pajak, sehinmgg dalam akta dan pengisian blanko dicantumkan harga 300 juta sesuai NJOP. Hal-hal seperti ini sudah sering terjadi di dunia notaris. Bisa dibayangkan jika ini terjadi berlangsung dalam sekian lama berapa jumlah nominal kerugian negara.

Hal ini sangat sulit untuk diberantas menyangkut masalah moralitas entah itu pihak pembeli, penjual ataupun notaris/PPAT. Disatu sisi Notaris ingin mendapat penilaian sebagai notaris/PPAT yang mampu memberikan pelayanan maksimal yang mampu menyenangkan hati para kliennya, sedangkan disisi lain dia terikat dengan etika profesinya. Hukum positif sangat sulit untuk menulusuri kejahatan pajak semacam ini.

Bagaimanapun juga cara notaris memberikan wejangan atau arahan kepada kliennya untuk meringankan jumlah pajak yang harus dibayar kliennya tersebut tidak dapat dibenarkan oleh hukum dan peraturan perundang-undangan dinegeri ini.Seharusnya Notaris?PPAT orang yang mampu memberi contoh kepada kliennya bagaimana seharusnya menjadi warga Negara yang baik yang mematuhi aturan untuk taat pajak dan ikut membantu memberikan sumbangsih terhadap Negara, apalagi pajak ini juga untuk kemakmuran bersama. Sepertinya pendidikan Agama dan pendidikan kewarganegaraan atau moral perlu dijadikan kembali matakuliah wajib disetiap jenjang pendidikan profesi notaris dan atau Pejabat pembuat akta tanah. Demikian makalah ini dibuat. Merupakan karya tulisan berasal dari pemikiran penulis sendiri. Mudah-mudahan menjadi renungan kita semua.



IV. Kesimpulan

1. Dalam ketentuannya, yang dijadikan sebagai NPOP (Nilai perolehan Objek pajak) adalah :

          1. Harga transaksi yang terjadi secara riil yaitu :

  • harga yang terjadi dan telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan

  • digunakan sebagai NPOP dalam hal jual beli, penunjukan jual beli dalam lelang.

b. Nilai pasar objek pajak yaitu:

  • adalah harga rata-rata dari transaksi secara wajar yang terjadi disekitar letak tanah dan/bangunan

  • digunakan sebagai NPOP dalam hal adanya suatu peralihan hak yang tidak mencantumkan secara riil nilai dari objek pajak tersebut, misal tukar-menukar, hibah.

c. Nilai objek pajak yaitu:

  • adalah besarnya pajak yang terhutang yang tercantum dalam SPPT-PBB

  • Digunakan sebagai NPOP dalam hal harga transaksi lebih kecil dari NJOP.

2. Tindakan Notaris untuk memberikan arahan kepada kliennya dengan cara merubah data harga transaksi tanah adalah tindakan yang termasuk kategori kejahatan pajak yaitu melakukan manipulasi data harga transaksi dan hal itu dapat merugikan negara.